Saturday, August 21, 2010

Sepenggal kisah kehidupan 'musisi' jalanan

Kemaren malam dapet sms dari classmate ku, isinya sebuah lirik lagu dari Last Child. Jujur aku belum pernah denger band ‘Last Child’ itu, yang aku tau lagu itu biasa dinyanyiin sama ‘musisi’ jalanan. Mau tau liriknya ? or ada yang uda tau? Well, ga ada salahnya kan kalo aku post ulang n_n
This is the Lyric à
malam ini hujan turun lagi, 
bersama kenangan yang mungkin luka di hati, 
luka yang harusnya dapat terobati, 
yang ku harap tiada pernah terjadi,
ku ingat saat ayah pergi dan kami mulai kelapran,
hal yang biasa buat aku hidup di jalanan,
di saat ku belum mengerti arti sebuah perceraian,
yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki,
wajar bila saat ini ku iri pada kalian yang hidup bahagia berkat susana indah dalam rumah,
hal yang selalu aku berikan dengan hidup ku yang kelam,
tiada harga diri agar hidup ku terus bertahan,

mungkin sejenak dapat aku lupakan,
dengan minuman keras yang saat ini ku genggam,
atau menggoreskan kaca di lengan ku,
apapun kan ku lakukan ku ingin lupakan,

namun bila ku muliai sadar dari sisa mabuk semalam,
perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan,
di saat ku telah mengerti betapa indah di cintai,
hal yang tak perah ku dapatkan sejak aku hidup di jalanan,
- Last Child -


Lirik itu mengingatkan aku pada suatu event 2 tahun silam, ketika aku ikut berpartisipasi dalam LCC HIV/AIDS dan NAPZA di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) - Bogor. Event itu dimulai dengan seminar dan penyuluhan tentang HIV/AIDS secara menyeluruh mulai dari
faktor penyebaran, dampak, cara untuk menanggulangi, dan sikap yang tepat dalam menyikapi HIV/AIDS, kemudian di lanjutkan dengan materi tentang NAPZA dan layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) yaitu kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS [1] .
Serta layanan CST (Care, Support and Treatment HIV/AIDS) yang berfungsi untuk memudahkan para ODHA dan keluarganya untuk mendapatkan layanan kesehatan lainnya. CST juga berfungsi untuk menyosialisasikan layanan HIV/AIDS di masyarakat sehingga diskriminasi dan stigma dapat dihilangkan [2].
Event itu berlangsung selama 3 hari, benar - benar sangat bermanfaat bagiku. Disamping bisa mengharumkan nama sekolah bersama kedua temanku ; Nafsiah dan Abdul Gofar, aku juga banyak berkenalan dengan teman baru dan mendapat pengalaman yang begitu berharga.
Nah, dari event itulah awal mula aku berkeinginan menjadi relawan  kasus HIV/AIDS yang jumlah peningkatannya sangat signifikan di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Terlebih lagi bagi para ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan OHIDA (Orang Hidup Dengan HIV/AIDS) yang masih mendapatkan perlakuan yang tak adil dari masyarakat. Masyarakat masih saja memberikan stigma buruk dan perlakuan diskriminasi terhadap mereka. Padahal mereka juga manusia sama seperti kita, hanya status ODHA atau OHIDA merekalah yang membedakan mereka dengan kita.
Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya [3]. Stigma dari masyarakat timbul akibat kekurangpahaman mereka mengenai HIV/AIDS secara menyeluruh. Masyarakat mengetahui HIV/AIDS hanya sebatas “penyakit ini menular dan penderitanya berbahaya”. Akibat ketidakpahaman mereka inilah timbul stigma dan diskriminasi terhadap ODHA mulai dari :
 pandangan negatif, tidak diterima bekerja di instansi manapun bila seseorang diketahui mengidap HIV/AIDS, terancam dikucilkan dari teman, keluarga, dan masyarakat, hingga ancaman fisik seperti diusir dari tempat tinggalnya.  
Stigma masyarakat yang selalu negatif membuat beban hidup ODHA semakin berat dan membuat mereka semakin terpojok, putus asa, pesimistis dalam menjalani hidup yang pada akhirnya akan mengantarkan mereka menemui ajalnya secara perlahan – lahan, miris dan mengenaskan.
Apakah hal seperti ini yang kita harapkan? Menghancurkan kehidupan orang lain? Tidak adakah sedikit pun nilai – nilai kemanusiaan dalam diri kita untuk mereka? Mereka semua sama seperti kita, memiliki hak untuk hidup wajar, hak mendapatkan perlindungan, hak menyuarakan pendapat, dan hak untuk tidak didiskriminasikan. 
Realitas HIV/AIDS mewajibkan kita untuk mau membuka mata, telinga, dan tangan kita terhadap para penderitanya dengan cara memberikan simpati, rasa solidaritas, motivasi serta dukungan nyata baik moral maupun material agar mereka tetap tegar, tetap bisa tegak melangkah, dan selalu optimis dalam menjalani hidup.
One Life, Do Something!
 
Trying is a part of failing. If you are afraid to fail then you're afraid to try.

No comments:

Post a Comment